Orang Muslim Mengumumkan Jihad Terhadap Anjing Yang Ada Di Eropa
Oleh Soeren Kern
Seorang politisi Muslim Belanda menghimbau agar ada pelarangan terhadap anjing-anjing di Hague, kota ketiga terbesar di Belanda.
Tradisi legal Islam beranggapan bahwa anjing adalah hewan yang najis (lihat: dogs are "unclean" animals) dan ada sekelompok orang yang menghimbau agar anjing dilarang di Belanda dan di tempat manapun; ini menunjukkan adanya usaha untuk menerapkan Hukum Syariah Islam di Eropa.
Kontroversi mengenai anjing ini – yang disambut warga Belanda dengan keheranan dan amarah – setelah terjadinya banyak insiden lain berkenaan dengan orang Muslim vs anjing di Eropa. Kritik-kritik mengatakan hal itu merefleksikan semakin bertumbuhnya keagresifan orang Muslim di Eropa saat mereka berusaha untuk memberlakukan norma-norma legal dan religius Islam terhadap masyarakat Eropa.
Perlawanan orang Belanda meletus setelah Hasan Küçük, seorang wakil Turki-Belanda di dewan kota Hague untuk Islam Demokrat dengan keras menolak sebuah proposal dari Partai untuk Hewan (Partij voor de Dieren) yang ingin membuat kota itu lebih ramah terhadap anjing.
Berdasarkan sebuah laporan pada tanggal 28 Januari di surat kabar di Amsterdam yaitu De Telegraaf, Küçük memberi argumen balasan bahwa memelihara anjing sebagai hewan peliharaan dapat menimbulkan penyiksaan terhadap binatang dan kemudian ia menghimbau agar memiliki anjing di Hague dijadikan tindak kriminal.
Berdasarkan website-nya, Partai Islam Democrats [ID] “didirikan atas prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan solidaritas Islam. ID adalah respons yang muncul terhadap jurang besar antara orang Muslim dan komunitas-komunitas imigran dan politik-politik lokal ... ID fokus terhadap kesadaran politik di dalam diri orang Muslim dan komunitas-komunitas imigran. Kesadaran adanya kebutuhan untuk mengorganisir, tetapi juga kebutuhan untuk mendapatkan dukungan bersama”.
Paul ter Linden, yang mewakili Dutch Freedom Party (PVV) di dewan kota Hague, meresponi Küçük dengan berkata: “Di negara ini memiliki hewan peliharaan adalah sah. Barangsiapa tidak setuju dengan hal ini harus pindah ke negara lain”.
Para komentator politik Belanda percaya bahwa deklarasi-deklarasi Küçük adalah provokasi yang dirancang untuk memanas-manasi populasi Muslim di Hague. Orang-orang Muslim – yang kini telah menjadi lebih dari 12% dari populasi kota itu yang berjumlah 500.000 jiwa – memandang anjing sebagai binatang yang najis dan himbauan pelarangan Küçük menurut mereka sudah tentu untuk mengumpulkan lebih banyak suara.
Insiden di Belanda terjadi setelah kontroversi-kontroversi berkaitan dengan anjing di negara-negara Eropa lainnya.
Di Spanyol, dua kelompok Islam berbasis di Lérida – sebuah kota di bagian tenggara wilayah Catalonia dimana terdapat 29.000 orang Muslim, atau berjumlah sekitar 20% dari total populasi kota itu – meminta para pejabat lokal untuk meregulasi keberadaan anjing-anjing di ruang-ruang publik (lihat: regulate the presence of dogs in public spaces) sehingga hewan-hewan itu tidak “menghina orang Muslim”.
Orang Muslim menuntut agar anjing-anjing dilarang di semua bentuk transportasi publik termasuk semua bis kota juga semua tempat yang banyak terdapat imigran Muslim. Orang Muslim mengatakan, kehadiran anjing-anjing di Lérida menghina kebebasan religius mereka dan hak mereka untuk hidup sesuai prinsip-prinsip Islam.
Setelah pemerintah daerah menolak memenuhi tuntutan orang Muslim, kota itu mengalami serangkaian tindakan peracunan terhadap anjing-anjing. Lebih dari lusinan anjing diracun pada bulan September 2011 (media lokal melaporkan disana-sini; lihat: here, here, here, here dan here) di kota-kota tetangga Lérida yang penduduknya adalah kelas pekerja seperti Cappont dan La Bordeta, yaitu distrik-distrik yang memiliki populasi imigran Muslim sangat padat, disana banyak anjing dibunuh selama beberapa tahun terakhir ini.
Para penduduk lokal yang membawa anjing mereka untuk berjalan-jalan mengatakan bahwa mereka mengalami pelecehan dari para imigran Muslim yang tidak mau melihat hewan di ruang publik. Orang Muslim juga telah meluncurkan sejumlah kampanye anti anjing di situs-situs dan blog-blog Islam di Spanyol.
Di Inggris, yang telah menjadi “ground zero” untuk kontroversi-kontroversi mengenai anjing di Eropa, orang-orang buta diperintahkan untuk turun dari bis atau ditolak oleh taksi karena para pengemudi Muslim atau penumpang lainnya yang Muslim keberatan terhadap anjing-anjing penuntun yang dianggap “najis” (lihat: ordered off buses or refused taxi rides)
Sebagai contoh, di Reading, seorang pensiunan yang menderita kanker berulangkali dikonfrontasi oleh para pengemudi dan diminta turun dari bis karena anjing penuntunnya. Ia juga mengalami kekerasan di sebuah rumah sakit dan pasar swalayan berkaitan dengan binatang.
Di Nottingham, seorang pengemudi taksi Muslim menolak memberi tumpangan kepada seorang buta karena ia didampingi oleh anjing penuntunnya. Pengemudi taksi itu kemudian didenda £300 ($470).
Di Stafford, seorang pengemudi taksi Muslim menolak sepasang orang-tua buta dari toko kelontong karena mereka didampingi oleh anjing mereka yang dapat melihat.
Di Tunbridge Wells, Kent, seorang buta diusir dari sebuah restoran India karena menurut si pemilik restoran mengijinkan anjing masuk ke rumahnya bertentangan dengan keyakinannya.
Di London, seorang pengemudi bis mencegah seorang wanita agar tidak naik bis dengan anjingnya karena di dalam bis ada seorang wanita Muslim yang “akan menjadi kesal karena anjing itu”. Ketika wanita itu mengajukan keberatan, pintu bis ditutup dan bis itu pergi. Ketika bis yang berikutnya tiba, sekali lagi ia berusaha untuk naik, tetapi ia kembali dihentikan. Kali ini karena si pengemudi mengatakan ia adalah seorang Muslim.
Juga di Inggris, anjing-anjing pelacak polisi (lihat: police sniffer dogs) yang dilatih untuk menemukan teroris di stasiun kereta tidak lagi boleh bertemu dengan para penumpang Muslim, setelah adanya keluhan bahwa hal itu menghina agama mereka.
Sebuah laporan untuk Departemen Transportasi menganjurkan agar binatang-binatang hanya boleh menyentuh koper penumpang karena dianggap hal itu “dapat lebih diterima”. Polisi Transportasi Inggris masih menggunakan anjing-anjing pelacak – yang dilatih untuk mendeteksi bahan peledak – terhadap para penumpang tanpa memandang agama mereka, tetapi kini dengan sikap lebih awas terhadap “sensitivitas budaya”.
Anjing-anjing pelacak yang digunakan polisi untuk menyelidiki mesjid-mesjid dan rumah-rumah Muslim kini dilengkapi dengan sepatu bot kulit untuk menutup cakar mereka, sehingga anjing-anjing itu tidak menimbulkan penghinaan (lihat: leather bootees to cover their paws )
Kritik mengatakan, keluhan-keluhan itu hanyalah contoh lainnya mengenai usaha Muslim untuk memaksakan aturan dan moral mereka pada masyarakat Inggris. Tory MP Philip Davies mengatakan: “Menurut pengamatan saya, semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum dan kita tidak dapat membiarkan orang-orang dari kelompok agama lain merendahkan hukum. Saya berharap polisi akan melakukan tugas mereka sebagaimana mestinya.”
Sementara itu, para narapidana Muslim di Inggris (lihat: Muslim prisoners in Britain) mendapatkan pakaian yang baru dicuci dan tempat tidur mereka dirapikan setelah anjing pelacak memeriksa sel mereka.
Para napi itu berkata baju tidur mereka dan seragama penjara harus diganti sesuai dengan hukum Islam jika mereka berada dekat dengan air liur anjing. Aturan-aturan pemerintah berarti para sipir penjara harus menggantinya setelah serangkaian pencarian obat terlarang untuk menghindari klaim-klaim diskriminasi religius.
Anjing-anjing itu juga dilarang menyentuh Quran dan benda-benda religius lainnya. Para napi itu diberikan tas-tas khusus untuk melindungi benda-benda tersebut.
Di Scotland, departemen Polisi Tayside meminta maaf karena telah menampilkan gambar seekor anak anjing German Shepherd sebagai bagian dari kampanye untuk mempublikasikan nomor telepon non emerjensi yang baru. Kartu-kartu pos itu berpotensi menghina penduduk kota itu yang berpopulasi 3.000 orang Muslim.
Di Norway, Gry Berg, seorang wanita buta ditolak menaiki empat taksi di pusat kota Oslo karena ia didampingi anjing penuntunnya.
Di France, Marie Laforêt, salah satu aktris dan penyanyi yang paling terkenal di negara itu, tampil di ruang pengadilan di Paris untuk membela dirinya sendiri terhadap tuduhan bahwa iklan lowongan pekerjaan yang dipasangnya mendiskriminasi orang Muslim.
Laforêt yang berusia 72 tahun mengunggah iklan di sebuah situs internet mencari orang untuk memperbaiki terasnya pada tahun 2009. Dalam iklan itu ia menspesifikasi “orang yang mempunyai alergi atau orang Muslim ortodoks” agar tidak melamar pekerjaan itu “karena (ia memiliki) anjing Chihuahua kecil”.
Laforêt mengklaim bahwa ia membuat persyaratan tersebut karena ia percaya keyakinan orang Muslim menganggap anjing itu najis.
Kasus itu diangkat oleh sebuah kelompok anti diskriminasi yaitu Movement against Racism and for Friendship between Peoples (MRAP), yang mengajukan gugatan terhadap Laforêt.
Pengacara Laforêt mengatakan bahwa kliennya “mengetahui bahwa keberadaan seekor anjing dapat menyinggung keyakinan religius orang Muslim ortodoks. Itu adalah sikap menghormati”. Tetapi orang Muslim menolak pembelaannya.
Sumber: buktidansaksi.com