Apakah Ada Harapan Bagi Perdamaian
Berdasarkan mayoritas laporan media-media utama tentang Perang Gaza, jumlah warga Palestina yang tewas dibandingkan warga Israel yang tewas, sangat tidak seimbang. Jika warga Gaza yang tewas akibat gempuran pasukan Israel berjumlah 1650an orang, maka tentara Israel yang tewas ‘hanya’ sebanyak 65 orang.
Laporan, khususnya dari media Arab mengesankan bahwa kebanyakan dari korban warga Palestina adalah masyarakat sipil, khususnya wanita dan anak-anak. Tapi seberapa akurat laporan ini? Faktanya adalah, 78 persen dari warga Gaza yang tewas adalah kaum pria (laporan Al Jazeera).
Dari sebuah artikel berjudul Gaza Massacre Scam Exposed, ada banyak hal yang tidak kita ketahui dalam kaitan dengan statistik warga Gaza yang tewas. Lebih jauh lagi, diklaim bahwa Hamas menyamarkan para pejuangnya seolah-olah mereka adalah penduduk sipil. Disamping itu, kebanyakan serangan missil dilancarkan Hamas dari tengah-tengah pemukiman sipil, rumah sakit dan mesjid-mesjid – menyebabkan sejumlah warga sipil menjadi korban.
Kebenaran tentang hal ini secara perlahan menjadi semakin jelas ketika Raja Abdullah dari Saudi Arabia menyampaikan pernyataan yang sungguh mencengangkan dengan menuduh Hamas sebagai pihak yang menyebabkan terjadinya “pembunuhan massal kolektif” ini.
Berbicara mengenai proporsionalitas, orang akan bertanya-tanya, mengapa tidak cukup banyak perhatian diberikan pada umat Muslim sipil yang terbunuh dalam konflik-konflik lainnya, khususnya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Muslim radikal seperti Al Qaeda, Taliban, ISIS dan Boko Haram?
Sudah tak terhitung protes yang dilancarkan atas nama 1100an korban-korban Gaza, tetapi mengapa tak ada protes atas nama 1700 orang yang terbunuh di Suriah hanya dalam kurun waktu seminggu di sepanjang pertengahan Juli 2014, atau atas nama 1300 orang lebih penduduk sipil Irak yang tewas di sepanjang bulan Juli?
Bagaimana dengan eksekusi yang mengerikan atas 13 orang ulama Sunni di Mosul dari tanggal 12-14 Juni 2014? (Catatan: ISIS tidak hanya membantai kaum Syiah, mereka juga menteror saudara-saudari Sunni mereka yang berbeda pendapat dengan mereka).
Juga, bagaimana dengan 8450 Muslims di seluruh dunia yang tewas di tangan saudara-saudara mereka sesama Muslim di sepanjang bulan Ramadhan kemarin? Sungguh hampir tak ada artinya jika kita bandingkan dengan warga Gaza yang tewas selama perang Israel-Hamas.
Pertanyaannya sekarang adalah, mengapa umat Muslim sedunia tidak melakukan unjuk rasa atas nama ribuan saudara-saudara Muslim mereka yang tewas dalam berbagai konflik tersebut? Simpan ini dalam benak anda: adalah hal yang sangat berbeda ketika ada umat Muslim yang dibunuh oleh orang Israel, dengan ketika ada umat Muslim yang dibunuh oleh sesamanya Muslim.
Beberapa dari pembaca mungkin akan terkejut saat mengetahui bahwa jumlah orang Muslim yang terbunuh oleh orang Muslim lainnya selama bulan Ramadhan 2014 sedemikian tinggi, yaitu mencapai 8450 orang. Mengapa saya katakan hal ini akan mengejutkan mereka?
Pertama-tama adalah karena para pemimpin Muslim dan media mainstream hanya memberi sangat sedikit perhatian terhadap detil-detil ini.
Kedua, karena umat Muslim percaya bahwa di sepanjang bulan Ramadhan - Iblis diikat – dan karena itu mereka meyakini bahwa kejahatan akan berkurang, khususnya pembunuhan-pembunuhan. Informasi ini bisa anda baca dalam artikel: “Jumlah Muslim yang tewas semakin meningkat saat Ramadhan”
Jangan salah memahami apa yang ingin saya sampaikan: Saya tidak bermaksud meremehkan tragedi yang terjadi di Gaza. Tetapi saya diingatkan ketika Yesus menangis saat Ia melihat dijatuhkannya penghakiman yang mengerikan. Lukas 19:41-44 menubuatkan kehancuran Yerusalem yang terjadi pada tahun 70 Masehi, ketika Roma menginvasi dan membantai 135 ribu orang Yahudi.
Dan ketika Dia mendekat, sambil memandang kota itu, Dia menangis atasnya,
seraya berkata, “Jika saja engkau tahu hal-hal untuk damai sejahteramu, setidaknya dalam harimu ini, tetapi sekarang semuanya itu tersembunyi dari matamu.
Sebab hari-harinya akan datang atasmu, dan para pembencimu akan memasang berkeliling kubu-kubu terhadapmu, dan mengepungmu serta mengimpitmu dari segala jurusan,
dan mereka akan meruntuhkan kamu dan anak-anakmu yang ada bersamamu dan tidak akan meninggalkan padamu sebuah batu di atas sebuah batu karena engkau tidak mengetahui saat lawatan bagimu.”
Bukan sebuah kebetulan jika Yesus menyebut kata “damai” sebanyak dua kali. Sebagai Mesias, Kristus adalah sang Raja Damai. Ketika Israel menolakNya, maka mereka kehilangan kesempatan untuk menemukan damai. Tetapi bukan hanya orang Yahudi yang kehilangan damai yang disediakan oleh Yesus. Damai juga “menjadi tersembunyi dari mata” umat Muslim. Kendati mereka menerima Yesus sebagai Al Masih (Mesias), tetapi Muslim menolak keilahian YESUS dan menyangkali kematian Yesus di salib bagi penebusan dosa manusia.
Jika Yesus ada di bumi hari ini, saya pikir akan ada beban berat di hatiNya melihat kebanyakan orang Israel masih menolak untuk menerimaNYA sebagai Mesias. Saya juga meyakini bahwa Yesus akan merasa sangat berduka melihat pertumpahan darah yang mengerikan di Gaza. Dengan kata lain, saya percaya Yesus tidak akan berpihak pada salah satu kubu. Sebaliknya Ia akan menyampaikan seluruh kebenaran, termasuk kata-kata teguran kepada orang Yahudi maupun penduduk Gaza. Disamping itu, Yesus juga akan mengingatkan mereka bahwa Ia telah “menghancurkan tembok-tembok pemisah” (Efesus 2:13-14), dan mengundang kedua pihak untuk berdamai dengan Tuhan dan dengan satu sama lain.
Namun sekarang, di dalam Kristus YESUS, kamu yang dahulu berjauhan sudah menjadi dekat oleh darah Kristus. Sebab Dia sendiri adalah damai sejahtera kita yang sudah membuat keduanya satu, dan yang sudah merobohkan tembok pemisah (Efesus 3:13-14)
Bukankah ini posisi yang seharusnya diambil oleh semua orang yang takut akan Tuhan?
Adalah penting bagi orang Yahudi dan Muslim untuk memahami bahwa para nabi telah menubuatkan kematian Mesias bagi dosa-dosa kita untuk membawa damai kepada kita.
Namun, dia ditikam karena pemberontakan kita, diremukkan karena kejahatan kita. Ganjaran demi keselamatan kita menimpa atasnya, dan melalui bilurnya dia telah menjadi kesembuhan bagi kita. (Yesaya 53:5)
Perjanjian Baru menjelaskan hal ini secara lebih detil, dengan mengatakan bahwa Kristus telah memperdamaikan segala sesuatu kepada Tuhan, yaitu melalui darahNya (Kolose 1:19-20; Efesus 2:11-22)