ZAMAN KEDEWASAAN ISA AL-MASIH - SEMASA UMUR BAGINDA ANTARA 12 - 30 TAHUN

"Masih banyak hal-hal lagi yang diperbuat oleh Isa, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu persatu, maka agak dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu."

Yohanes Fasal 21 ayat 25

Keempat-empat periwayat Injil hanya menceritakan kehidupan Yesus ketika Ia dilahirkan (Mat. 1:18-25; Luk. 2:1-7), disunat pada usia 8 hari dan diserahkan di Bait Allah (Luk. 2:21-40). Ia kembali muncul di Bait Allah yang sama pada umur 12 tahun (Luk. 2:41-52). Yesus tampil di depan umum setelah dibaptis oleh Yohanes. "Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, baginda berumur kira-kira 30 tahun" (Luk.2:23).

Jadi, ada "waktu senyap" ("the silent period") selama 18 tahun, yaitu antara baginda usia 12 sampai usia 30 tahun. "Kesenyapan" ini (minimal kalau kita mengikuti corak fikiran itu), telah menyebabkan banyak penulis mencoba mengisinya menurut tuntutan kepentingan dan andaian-andaian mereka sendiri.

Dari abad ke abad, khususnya setelah zaman Rasuli yang dimulai pada akhir abad ke-2 Masehi, berbagai spekulasi mulai berkembang. "Kisah-kisah lancung" inilah yang akhir menjadi tulisan-tulisan apokrifa dan pseudographa. 1)

Sastera ini banyak dijadikan rujukan oleh ahl al-bid’ah (heresy). Contoh-contoh tulisan apokrif ini, misalnya Injil al-Tufuliyah (Arabic Gospel of Infancy) yang berasal dari abad ke 7 Masehi. Dalam buku ini dikisahkan bahwa Isa dapat berbicara pada waktu bayi ketika Dia sedang digendong Maryam, ibu baginda. "Ana huwa Yasu’a Ibn Allah" (Akulah Yesus, Putra Allah), kata bayi Yesus kepada ibu-, "alladzi walidati kamma basyiruki Jibril al-Malak wa atta arsalni lil khalash al-‘alam" (yang dilahirkan sebagai berita gembira dari Malaikat Jibril kepadamu dan aku diutus untuk keselamatan dunia). 2)

Selanjut, berita Injil Matius 2:13-15 yang berkisah tentang pelarian Isa dan keluarga Baginda ke Mesir, dalam Injil Palsu Matius/Pseudo Gospel of Matthew yang berasal dari abad ke-5 Masehi, dikembangkan menjadi kisah-kisah ajaib yang berlebihan. Seperti pohon korma yang kononnya membungkuk menuruti perintah kanak-kanak Yesus untuk mengeluarkan buahnya dan air segar yang memancar dari bawah pohon itu.

Demikian pula, kisah-kisah ajaib mengenai remaja Yesus yang membuat burung dari tanah liat, dimuat dalam The Gospel of Thomas (Injil Thomas) berbahasa Yunani. Injil tersebut berasal dari abad ke-3 Masehi. 3) Kisah-kisah ini sangat populer di kalangan sekte-sekte bidat Kristen di tanah Arab menjelang dan pada saat kelahiran Islam.

 

THE DEAD SEA SCROLLS: MENCARI JEJAK YESUS/ISA AL-MASIH DI GUA-GUA WADI QUMRAN

Sejak tahun 1947, setelah penemuan manuskrip-manuskrip Laut Mati, para ahli sibuk mengaitkannya dengan sejarah kekristenan awal. Menurut kesepakatan para ahli yang terkenal, gua-gua Laut Mati menyimpan bukti sejarah orang-orang Eseni (Essene). Kaum Eseni adalah sekelompok orang Yahudi yang tidak puas dengan pemilihan imam besar di Bait Allah Yerusalem. Lalu, mereka mendirikan komuniti tersendiri di Laut Mati di bawah pimpinan seseorang yang bergelar Guru Kebenaran (Moreh Hassedeq) atau Guru Komunitas (Moreh hayyahad).

Menurut tokoh, James H. Charlesworth, komuniti Qumran dimulai kira-kira tahun 150 S.M. dan berakhir ketika tentera Roma menghancurkan tempat ini pada tahun 68 M. 4) Dari sebelas gua yang dihuni orang-orang Qumran, mereka meninggalkan naskah-naskah kuno termasuk teks-teks Alkitab Perjanjian Lama. Naskah tersebut sebagian besar tertulis dalam bahasa Ibrani/Arami dan sebahagian kecil sisa berbahasa Yunani (khusus gua tujuh). Manuskrip terkuno dapat ditentukan berasal dari tahun 250 S.M., 100 tahun sebelum manuskrip itu dibawa oleh penghuni Qumran dalam tempat pengungsiannya.

Pada awal penemuan naskah-naskah ini, dunia ilmu pengetahuan seperti tersentak. Lebih-lebih, ketika para ahli sedang mencari-cari 18 tahun kehidupan Yesus yang tidak dikisahkan dalam Kitab Injil (Perjanjian Baru). Hal ini tampak dari judul buku Dr. Charles Francis Potter, The Lost Years of Jesus Revealed. 5)

Sehingga banyak orang berharap cemas terhadap penemuan terbesar abad ke-20 tersebut. Secara khusus dalam usahanya mencari "benang merah" dengan sejarah kekristenan mula-mula. "Dalam banyak segi", tulis Duport Summer, "Tuan (Master) Galilea itu tampak sebagai seolah-olah seorang 'reinkarnasi Guru Kebenaran' dari Qumran yang sangat mencengangkan." 6)

Sedangkan Potter, sambil mengutarakan teorinya bahwa kononnya kaum Eseni Qumran adalah "ibu dari kekristenan", secara lebih bombastik lagi menulis:

"Dan sekarang setelah terbukti bahwa sejarah kekristianan dapat ditemukan dalam masyarakat yang disebut Perjanjian Baru (B’rit ha-Hadasah) yang biasa disebut Eseni. Masalah penting yang menantang seluruh dunia Kristen ialah, apakah seorang anak akan mempuinyai keperwiraan, keberanian, dan kejujuran untuk mengakui dan menghormati ibunya sendiri." 7)

Robert Einseman, salah seorang dari sarjana peneliti Qumran yang sangat liberal, menunjukkan bahwa banyak petunjuk yang jelas menghubungkan Qumran dengan kekristenan awal. Einseman berasaskannya dari fakta bahwa kekristenan Yahudi awal di Yerusalem desebut Notzrim (im bentuk jamak), yang menunju komunitas "pengikut Isa, orang Nazaret" (Kis. 24:5; Mat. 2:23). Robert Einseman menghubungkan nama Kekristenan awal ini dengan istilah kelompok Qumran yang juga disebut "Notzeri ha-Berit" (yang memelihara Perjanjian).

Selanjut, Einseman juga mengemukakan fakta tentang ada komunitas Kristen Yahudi pada abad ke-2 Masehi di Jabal Fahin (Yunani: Pella), seberang Yordan, yang disebut "Ebionit". Karena istilah ini berasal dari bahasa Ibrani Ebiyon, "orang-orang miskin", maka cocok dengan identitas jemaah Yerusalem sendiri (Gal.2:10).

Data-data ini oleh Einseman ditafsirkan sedemikian rupa, sehingga terbangunlah teori yang menganggap bahwa Guru Kebenaran (Moreh hassadeq) yang disebut dalam naskah-naskah Qumran adalah Yakobus, saudara Yesus yang juga digelar Ha-Tsadiq (Yang Benar) dalam gereja kuno. Sedangkan 2 watak lain yang jahat, yang oleh Einseman ditafsirkan Kayafas dan pendusta adalah Rasul Paulus. Dengan menyebut Paulus kononnya sebagai pendusta, maka Einseman mempertentangkan kekristenan yang paulinis dengan kekristenan Yahudi di Yerusalem. 8)

Walaupun ada kemiripan antara komuniti Qumran dengan keKristenan, semua teori di atas terus berubah. Jika pada awal penemuan naskah ini sosok Guru tergolong cukup bermisteri, kini menjadi tidak lagi setelah data-data semakin lengkap dikaji-teliti. Memang, istilah-istilah Eseni, Oseni, Natsorea, Ebiyonim, Notsrim, Hasidim, Zaddikim tampak sebagai variasi-variasi atas tema yang satu dan sama. Istilah Eseni, misalnya, berasal dari kata "osei hattorah" (mereka yang melakukan Torah).

Jadi meskipun nama-nama itu berkaitan, tetapi semua menunjuk pada latar belakang spiritual/kerohanian bersama. Ertinya, sangat gegabah dan membabi-buta untuk waktu sekarang mencari asal-usul istilah Perjanjian Baru dari Qumran. Sebab istilah itu berakar dari pengharapan Yudaisme pada umum (banding Yeremia bab 31).

Juga, Mengasalkan tema Injil Yohanes tentang "terang dan gelap" dari salah satu naskah Qumran (1QM) berjudul Milkamah (Perang). Naskah ini memuat "peperangan anak-anak terang dan anak-anak kegelapan." Sebab tema gelap dan terang adalah tema umum Yudaisme, dan lagi dalam pandangan Qumran peperangan itu bersifat abadi. Sedangkan sebaliknya dalam Injil Yohanes:

"Terang itu bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasai-Nya" (Yoh. 1:5).

Jadi, terlalu pagi untuk menyimpulkan bahwa kekristenan berasal dari kaum Eseni di Qumran. Apalagi untuk menyimpulkan bahwa Guru Kebenaran itu Isa/Yesus sendiri.

Kesimpulan semacam itu telah dibuat oleh 2 orang penulis polemik Muslim yang tidak berasal dari kalangan ahli atau pakar. Mereka adalah O. Hasyem dalam buku Tantangan Dari Qumran, 9) dan Saleh A. Nahdi dalam buku, Nafiri Maut dari Lembah Qumran. 10) Berdasarkan penelitian penulis lain yang belum final, antara lain Charles Francis Potter dan Duport Summer yang telah disebutkan di atas, kedua penulis Muslim ini terburu nafsu menyimpulkan bahwa ajaran Kristen adalah hasil pemalsuan dari ajaran Yesus asli. Logik mereka begini, Yesus adalah Guru Kebenaran sendiri. Padahal setelah diteliti, dalam naskah-naskah Qumran tidak ada ajaran mengenai penyaliban Yesus, Tritunggal, dan pokok-pokok ajaran Kristian lainnya.

Dengan berlagak sebagai ahli dan 'pakar', kedua penulis itu juga menguraikan perbedaan-perbedaan ajaran Kristen dengan Guru Kebenaran untuk menyatakan "kepalsuan ajaran Kristen". Padahal, Yesus jelas-jelas bukan Guru Kebenaran yang dimaksud dalam naskah-naskah Qumran itu. Masa hidup Guru Kebenaran memang terjadi sebelum zaman Kristus. Jean Danielou dalam The Dead Sea Scrolls and Primitive Christianity menulis bahwa Guru Kebenaran dari sekte Eseni di Qumran telah wafat kira-kira tahun 50 S.M.11)

Lebih-lebih penemuan terakhir dari The Dead Sea Scrolls. Menurut hasil penelitian O'Chalagan, terta salah satu naskah berbahasa Yunani yang ditemukan di gua tujuh adalah serpihan fragmen Injil Markus 6:52-53 dan 1 Timotius 3:16.12). Bukti baru ini menunjukkan bahawa teori yang selama ini menentukan penulisan Injil Markus setelah tahun 60 akan gugur. Sebab menurut kesaksian sejarawan Yahudi, Flavius Josephus dalam Antiquities of The Jews,13) komuniti Qumran berakhir akibat serangan militer Roma pada tahun 68 Masehi.

Jadi, Injil ini sudah ada di Qumran kemungkinan karena dibawa oleh orang-orang Kristian yang menginjil setelah cetusnya perang Yahudi tahun 66 M. Oleh kerana itu, Injil harus ditulis pada masa yang lebih awal lagi. Bahkan sudah ditemukannya fragmen Surat Paulus di Qumran, jelas telah menggugurkan teori 'pertentangan Yakobus dan Paulus' sebagaimana dikemukakan di atas.

DI MANAKAH ISA AL-MASIH BERADA KETIKA BERUSIA 12 SAMPAI 30 TAHUN?

Dari deskripsi tersebut di atas, jelas bahwa semua teori yang mencari-cari "the silent period" Yesus itu akan tinggal sebagai spekulasi cerdik belaka. Bahkan teori-teori seperti itu sebenarnya tidak akan muncul apabila kita memahami latar belakang kehidupan Yesus, "yang lahir dari seorang perempuan yang takluk kepada hukum Taurat" (Gal. 4:4).

Mengapa Yesus ditampilkan hanya kelahiran-, usia 12 tahun dan baru ditulis lagi setelah berusia 30 tahun? Dari perspektif Yahudi, hal itu bukan hal yang aneh. Sebab menurut budaya Yahudi seorang lakI-laki baru boleh mengajar di depan muka umum hanya pada usia 30 tahun.

Menurut hukum Yahudi, usia seorang anak digolongkan dalam 8 tahapan:

  1. Yeled, "usia bayi";
  2. Yonek, "usia menyusu";
  3. Olel, "lebih tua lagi dari menyusu";
  4. Gemul, "usia disapih";
  5. Taph, "usia mulai berjalan";
  6. Ulem, "anak-anak";
  7. Na'ar, "mulai tumbuh remaja"; dan
  8. Bahar, "usia remaja".
    14)

Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca 3 klasifikasi usia saja yang ditulis, yaitu bayi (yeled), usia disapih (gemul), yaitu ketika Ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Anna, dan remaja (bahar, 12 tahun) ketika Yesus diajak Mar Yusuf dan Sayidatina Maryam - kedua orangtuaNya - ke Yerusalem.

Mengapa Yesus muncul pada usia 12 tahun? Karena usia 12 bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting. Seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut Bar Mitzvah (anak Hukum). Menurut legenda Yahudi, pasa usia 12 tahun Nabi Musa meninggalkan rumah putri Fir'aun. Pada usia yang sama juga, Nabi Samuel menerima suara yang berisi Ilahi dan Salomo (Nabi Sulaiman) mulai menerima hikmat Allah dan Raja Yosia menerima visi reformasi agung di Yerusalem.15)

Dalam rangkaian ritus Yahudi itu, Yesus harus melakukan 'aliyah (naik) dan Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat). Upacara ini dilakukan pada hari Sabat, karena itu disebut juga thepilin Shabat.

Sejak abad Pertengahan, usia Bar Mitzvah dilakukan pada usia 13 tahun.16) Menurut literatur / sastera Yahudi abad pertengahan, Sepher Gilgulim, semua anak Yahudi sejak usia 12 tahun, mulai menerima ruach (roh hikmat) dan pada usia 20 tahun ditambahkan bagi nishama (reasonable soul, "jiwa akali").

Mulai usia 20 tahun seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (Beyt Midrash). Sedangkan tahapan-tahapan pendidikan Yahudi sebagai berikut: Mikra (membaca Taurat) mulai usia 5 tahun, Mishna mulai usia 10 tahun, Talmud pada usia 13 tahun (zamanYesus 12 tahun); Midrash pada usia 20 tahun, dan sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan muka umum dan khalayak ramai.17)

KESIMPULAN

Dari tahapan-tahapan pendidikan Yahudi pada zaman Isa a.s. serta latar belakang agama dan budaya, jelas bahwa andaian-andaian dan spekulasi-spekulasi mengenai 18 tahun kehidupan Isa yang kononnya "hilang", sama sekali tidak mempunyai landasan sejarah. Jadi, ke mana Yesus selama usia 12 sampai dengan 30? Jawaban, berdasarkan data-data Injil sendiri (Mat. 13:55; Mrk. 6:3), Yesus menjalani kehidupan seperti layaknya anak-anak Yahudi dan ia bersama keluargaNya bekerja di Nazaret sebagai tukang kayu.

Mengapa kisah kehidupan baru dicatat setelah usia 30 tahun? Karena memang demikian lazim kehidupan orang Yahudi, sedangkan usia 12 tahun juga disinggung kerana sebagai usia Bar Mitzvah. Adanya spekulasi-spekulasi Yesus telah sampai di India untuk belajar yoga bersama guru-guru dari Timur Jauh sebenarnya adalah hanya cerita dongeng dan fiksi yang hanya menarik didengar, daripada dapat dibuktikan secara historis ataupun sebagai fakta bersejarah.

 

Referensi & Rujukan :

  1. Kumpulan buku Apokrifa ini dapat dibaca pada H.R. James, The Apocryphal New Testament (Oxford: The Clarendon Press, 1955).
  2. Lihat Dr. Clair Tisdall, Tanwir al-Faham (Villach, Austria: Light of Life, t.t.), hlm. 104.
  3. "Injil" Thomas ini harus dibedakan dengan "Injil" Thomas Gnostik yang ditemukan di Nag Hamadi Mesir than 1948, yang tidak dalam bentuk narasi tetapi dalam bentuk "logia Yesu" (aqwal al-llahiyah, "kata-kata Yesus"). Marvin W,.Meyer (ed.), The Secret teachings of Jesus: Four Gnostic Gospels (New York: Vintage Books, 1986). Bentuk ini mengingatkan kita pada kesaksian Papias, murid langsung dari salah seorang rasul, bahwa Rasul Matius menuliskan kata-kata Tuhan (wa hakadza kataba Matta al-aqwal al-ilahiyat) dalam bahasa Ibrani atau Aram. Yusabius al-Qaisariy, Tarikh al-Kanisah. Tarjamah: al-Qamash Marqus Dawud (Kairo: Maktabah al-Mu-habah, 1979), Hlm. 185.
  4. James H. Charlesworth (ed.), Jesus and the Dead Sea Scrolls. The Controversy Resolved (New York: Doubleday, 1992).
  5. Charles Francis Potter, The Lost years of Jesus Revealed (New York: Mentor Book, 1959).
  6. Duport Summer, Dead Sea Scrolls. A Prelimary Survey (New York, 1953), hlm. 100
  7. Potter, Op. Cit. hlm. 10.
  8. Robert Einseman, James The Brother of Jesus. The Key to Unlocking the Secrets of early Christianity and The Dead Sea Scrolls (New York: Penguin Books, 1997).
  9. M. Hasyem, Tantangan dari Gua Qumran (Jakarta: YAPI, 1965).
  10. Saleh A. Nahdi, Nafiri Maut dari Lembah Qumran (Jakarta: Arista, 1992).
  11. Jean Danielou, The Dead Sea Scrolls and Primitive Christianity (New York: Mentor Omega Book, 1962), hlm. 72
  12. Carsten Peter Thiede dan Matthew D'ancona, The Jesus Papyrus (London: A Phoenix, 1997), hlm. 163-164
  13. William Whiston (ed.) The Works of Flavius Josephus (Philadelphia: J.B. Lippincott & Co, 1872).
  14. Dean Farrar, The Life of Christ (Melbourne: Cassel and Company Limited, 1906), hlm. 39-40.
  15. Ibid.
  16. David H. Stern, Jewish New Testament Commentary (Maryland, USA: Jewish New Testament Publications, Inc. 1995), hlm.111
  17. Ibid, hlm. 40. Lihat juga: Hayyim Halevy Donin, To Be A Jew. A Guide to Jewish Observance in Contemporary Life (Tel Aviv: Basic Book, 1991).