PENGUBAHSUAIAN, PENGHAPUSAN DAN
TERJADINYA PEMINDAAN DALAM AL-QURAN

 

Menurut pandangan Islam, kerana al-Quran merupakan Kalam Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad oleh malaikat, maka tidak mungkin ada revisi (pemindaan) al-Quran atas kemahuan Muhammad sendiri. Hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat, misalnya :

"Ketika tanda-tanda (ayat-ayat) Kami dibacakan kepada mereka sebagai bukti-bukti, maka orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata : 'Datanglah suatu Quran yang berbeda dari ini, atau ubahlah ia.' Katakanlah: 'Tidak patut bagiku mengubahnya atas kemahuanku sendiri; aku hanya mengikuti apa-apa yang diwahyukan kepadaku; seandainya aku mendurhakai Tuhan, maka aku takut azab hari yang besar'."
Surah 10/15

Bahagian al-Quran yang lebih awal menggambarkan bentuk azab ini dengan lebih jelas:

Seandainya dia memalsukan sebahagian pernyataan Kami

Akan Kami pegang dia dengan tangan kanan

Lalu Kami potong urat jantungnya;

Tidak satupun dari kamu yang dapat melindunginya (dari Kami)
Surah 69/44-47

Namun ayat-ayat lain menunujukkan bahwa penyembah-penyembah berhala Makkah mendesak membuat 'wahyu-wahyu' yang lebih menyenangkan diri mereka, kira-kira dengan membolehkan pengakuan tertentu kepada berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan yang lebih rendah kepada Allah :

"Mereka hampir saja memalingkanmu dari apa-apa yang Kami mewahyukan kepadamu, agar kamu mengada-adakan sesuatu yang lain terhadap Kami. Kalau Kami tidak menegurkan kamu (Muhammad), maka kamu hampir saja condong sedikit ke arah mereka. Jika terjadi demikian, Kami akan membuat kamu merasakan kehidupan ganda dan kematian ganda, dan kamu tidak akan menemukan seorang penolong terhadap Kami."
Surah 17/73-75

Nabi pasti yakin bahawa ayat-ayat di atas merupakan wahyu-wahyu yang benar dan kerananya ia tidak dapat merenung-renung dengan sengaja untuk menukar ayat-ayat tertentu sebagai "wahyu".

Walau demikian, al-Quran berbicara tetapi berbagai cara di mana perubahan-perubahan terjadi di atas inisiatif Allah. Dia boleh menyebabkan Muhammad 'melupakan' beberapa ayat; tetapi jika Dia buat demikian, maka Dia akan mewahyukan ayat-ayat lain sebagai penggantinya:

"Kami akan sebabkan engkau membaca, dan engkau tidak akan lupa kecuali apa-apa yang dikehendaki Tuhan…"
Surah 87/6 dll

"Untuk ayat apa saja yang Kami tunda atau kami sebabkan rasul melupakannya, maka akan Kami datangkan yang lebih baik atau setanding dengannya…"
Surah 2/106

Ayat berikut mungkin pula merujuk kepada hal ini, tetapi dapat pula merujuk kepada hal-hal selain daripada wahyu yang dilupakan :

"…dan ingatlah kepada Tuhanmu ketika kamu lupa, dan katakanlah: 'Mungkin Tuhanku akan membimbingku kepada sesuatu yang lebih dekat kepada kebenaran (rashad) daripada ini.."
Surah 18/24

Juga terdapat ayat-ayat yang berbicara tentang Tuhan menghapuskan atau sebaliknya memindahkan dan mengubah bahagian-bahagian wahyu tertentu.

"Tuhan akan menghapuskan atau menetapkan apa-apa yang dikehendaki-Nya; dan di sisi-Nya tedapat induk ("ibu") Al-Kitab."
Surah 13/39

"Dan ketika Kami pertukarkan ayat satu dengan ayat lainnya - dan Tuhan mahamengetahui apa-apa yang diturunkanNya - mereka berkata: 'Kamu (Muhammad) hanya seorang yang mengada-ada '; bukanlah demikian, tetapi kebanyakan dari mereka tidak mengetahui."
Surah 16/101

Dua ayat lainnya yang barangkali relevan untuk topik ini adalah :

"Kami telah membuat perubahan-perubahan dalam al-Quran ini sehingga mereka dapat diberi peringatan"
Surah 17/41

"Jika Kami betul-betul menghendaki, maka tentu saja akan Kami tarik apa-apa yang telah Kami wahyukan kepadamu."
Surah 17/81

Berdasarkan kepada keseluruhan ayat-ayat ini, tidak dapat dinafikan bahawa satu pengubahsuaian (revisi/pemindaan) al-Quran - sebagaimana diungkapkan secara terbuka - TELAH TERJADI. Hal ini memang juga diakui oleh sarjana Muslim dalam doktrin mereka tentang penghapusan al-nasikh wa-l-mansukh. Gagasan yang mendasari doktrin tersebut adalah bahawa perintah-perintah tertentu kepada kaum Muslimin di dalam al-Quran hanya bersifat sementara, dan bahawa tatkala keadaan berubah, perintah itu dihapus atau digantikan dengan perintah baru lainnya.Namun, kerana perintah-perintah itu merupakan Kalam Allah, maka ia harus dibaca sebagai bahagian al-Quran.

Jadi perintah untuk melewatakan sebahagian besar waktu malam dengan bersembahyang yang dikemukakan pada surah 73/1-4 telah dihapus atau dibatalkan oleh ayat panjang di penghujung surah tersebut (yakni QS73/20).

Hal ini tidak dapat diragukan memperlihatkan tanggung jawab kemasyarakatan Nabi dan para pemimpin di Madinah, sehingga tidaklah diinginkan jika mereka harus 'bergadang' sebahagian besar waktu malam. Betapa pun, petikan-petikan yang baru saja dikemukakan ini - jika diterima begitu saja - memberi petunjuk dan bukti tentang sesuatu yang lebih luas ketimbang yang dibayangkan dalam doktrin penghapusan (pemansuhan). Jika perhatian yang seharusnya juga dicurahkan pada kata-kata dalam Surah 75/17 yang diucapkan oleh Allah -atau mungkin malaikat- kepada Muhammad :

"Kamilah yang berhak mengumpulkannya dan membacakannya,"

-maka proses "mengumpulkan" bahagian-bahagian wahyu yang terpisah untuk membentuk surah-surah tersebut juga dapat dilakukan oleh Muhammad sendiri sembari mengikuti 'inisiatif ilahi'; di sini, kata yang diterjemahkan dengan 'mengumpulkan', "jam", merupakan kata yang kemudian digunakan untuk 'pengumpulan al-Quran setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Untuk melengkapi penelitian tentang kemungkinan besar adanya revisi dan pengubahsuaian ini, bahagian al-Quran penting yang lainnya mesti disebut :

"Kami tidak mengutus sebelummu (Muhammad) seorang rasul atau nabi pun, melainkan ketika dia membentuk keinginannya, Syetan memasukkan sesuatu kedalam formulasinya; maka Allah menghapuskan apa-apa yang telah dimasukkan Syetan; kemudian Tuhan menyesuaikan ayat-ayat-Nya…agar Dia menjadikan apa-apa yang telah dimasukkan Syetan itu sebagai suatu ujian bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan kasar hatinya…dan agar orang-orang yang berilmu dapat mengetahui bahwa itu merupakan kebenaran dari Tuhanmu dan mengimaninya…"
Surah 22/52 dll

Ayat diatas biasanya dijelaskan bersama ayat-ayat Syetaniah yang telah dipaksakan masuk ke dalam Surah 53 dan kemudiannya dikupas dan terus dibuang, lagi pun tidak ada sesuatu pun dalam teks bahagian tersebut yang menghalangi terjadinya suatu hal senada dalam sejumlah kes yang lainnya. Prinsip mendasarnya adalah: sesuatu yang pada suatu ketika dipermaklumkan dan dibacakan sebagai bahagian al-Quran, akhirnya dipandang sebagai bersifat syetaniah dan kemudian tidak lagi dianggap sebahagian al-Quran.

Penggunaan kata 'menghapuskan' -yansakh`u dalam bahagian ini berbeda daripada teori penghapusan/pemansuhan, kerana dalam teori ayat-ayat yang terhapus/termansuh tetap dipertahankan sebagai sebahagian dari al-Quran. Sambil lalu, dapat dicatat bahawa penyimpanan ayat-ayat yang termansuh di dalam teks al-Quran sebagaimana yang ada di tangan kita sekarang merupakan satu bukti bagi penukaran ayat-ayat yang berkenaan itu. Teori Pemansuhan dalam ajaran Islam ini ada dibahaskan diantara pengikut-pengikutnya, seperti dalam karya al-Syafii (m.820) al-Risalah seperti terjemahan Majid Khadduri dengan judul Islamic Jurisprudence: Shafii's Risala, Baltimore, 1961, dan juga ada yang menguraikan daftar-daftar ayat-ayat Quran yang menghapuskan (nasikh) dan yang dihapus (mansukh), misalnya Kitab al-Nasikh wa-l-Mansukh oleh Abu Jafar al Nahhas (m.949) cetakan Kaherah, 1938).

Sarjana abad ke-15, al-Suyuti, dalam kompendium kajian al-Qurannya yang dikenal sebagai Itqan juga menyediakan beberapa halaman untuk membahas masalah ini.

Banyak kemusykilan dan permasalahan kompleks dan rumit yang dicuatkan para fuqaha, dan konsep tersebut tidak hanya diterapkan kepada.al-Quran, tetapi juga kepada Sunnah yakni amalan-amalan Nabi.

Jika konsep-konsep serta teori fuqaha yang telah menyusul kemudiannya dan teori-teori lainnya dibedzakan dengan apa yang disebuntukan oleh al-Quran sendiri, akan terlihat bahawa berbagai proses telah terjadi dapat difahami dalam istilah 'revisi' atau pengubahsuaian. Dapat diperkirakan bahawa Nabi Muhammad telah melaksanakan proses pengubahsuaian (revisi) selaras dengan apa yang difahaminya sebagai petunjuk ilahi. Adakala hal ini berbentuk suatu pengulangan wahyu dalam bentuk yang telah direvisi atau diubahsuai.

Memang tetap terdapat beberapa batasan tentang beberapa rincian-rinciannya, tetapi hal-hal yang dikemukakan di atas adalah memadai untuk membenarkan suatu penelitian terhadap teks serta sejarah kitabiah al-Quran guna menemukan bukti terperinci tentang memang ada terjadinya revisi serta perubahan di dalam kitab suci tersebut.